Senin, 16 Januari 2012

EMOTIONAL QUOTIENT

STRATEGI PEMBELAJARAN PAI


EMOTIONAL  QUOTIENT


Dosen Pengampu :H. Drs.Abd.Madjid, M.Ag






 

Disusun Oleh:


Kelompok8


Ratna Sari                  20090720002

Painah                        20090720010

Ana Dwi Wahyuni    20090720021

Nurul Aina                 20090720041

 

 

 

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


2011


       I.            PENDAHULUAN

Pendidikan sebagai agen perubahan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Oleh karena itu pendidikan selalu mendapat perhatian yang lebih dalam segala aspek. Pendidikan sebagai usaha sadar atau sebuah proses pembelajaran yang dilalukan oleh guru dan siswa dengan tujuan untuk mencapai perubahan yang lebih baik. Dalam hal ini kita sebagai pendidik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Itulah sebabnya seorang guru harus selalu bisa membuat inovasi dalam pendidikan. Demikian pula dalam upaya pembelajaran siswa guru dituntut memiliki multi peran sehingga mampu menciptakan kondisi belajar yang efektif.

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dan mulia di dunia ini, karena sempurna itulah manusia dikaruniai berbagai potensi yang sangat luar biasa di antaranya adalah Potensi Kecerdasan (IQ). Menurut penelitian Daniel Goleman seorang psikolog dari Harvard telah menunjukkan bahwa manusia mempunyai suatu jenis potensi dasar yang lain, yaitu kecerdasan omosional EQ (Emotional Quotien). Menurut pedapatnya bahwa EQ akan dapat  secara efektif apabila seseorang mampu memfungsikan EQ nya.

Mengenai kecerdasan intelektual ada yang menyatakan bahwa kecerdasan intelektual tidak dapat banyak diubah oleh pengalaman dan pendidikan. Kecerdasan intelektual cenderung bawaan sehingga kita tidak dapat berbuat banyak untuk meningkatkannya. Sementara itu kecerdasan emosional dapat dilatih, dipelajari dan dikembangkan pada masa kanak-kanak, sehingga masih ada peluang untuk menumbuhkembangkan dan meningkatkannya untuk memberikan sumbangan bagi sukses hidup seseorang.

Konsep kecerdasan emosional memang masih relatif baru, oleh karena itu belum dikenal sebagaimana kita mengenal hebatnya kecerdasan intelektual, juga belum banyak dikembangkan oleh dunia pendidikan. Sehingga konsep-konsep dan praktek pendidikan yang berlangsung masih cenderung mengedepankan kecerdasan intelektual.

 

 

 

 

 

    II.            PEMBAHASAN

  1. A.    Pengertian Emosi


Istilahemosi menurut Daniel Goleman (1995), seorang pakar kecerdasan emosional, yang diambil dari Oxford English Dictionary memaknai emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecendrungan untuk bertindak. Menurut Chaplin (1989) dalam Dictionary of psychology, emosi adalah sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin (1989) membedakan emosi dengan perasaan, parasaan (feelings) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun olehbermacam-macamkeadaanjasmaniah.Dari uraian tersebut diatas emosi adalah suatu reaksi tubuh menghadapi situasi tertentu. Sifat dan intensitas emosi biasanya terkait erat dengan aktivitas kognitif (berpikir) manusia sebagai hasil persepsi terhadap situasi.

 

  1. B.     Pengertian Kecerdasan Emosional


Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan.

Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai :“himpunan bagian dari kecerdasan sosialyang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.” (Shapiro, 1998:8).”

Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.

Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan. (Shapiro, 1998-10).

Sebuah model pelopor lain yentang kecerdasan emosional diajukan oleh Bar-On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan  dan tekanan lingkungan (Goleman, 2000 :180).

Gardner dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind (Goleman, 2000 : 50-53) mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut  sebagai kecerdasan emosional.

Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari :”kecerdasan antar pribadi yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan kecerdasan. Sedangkan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif.” (Goleman, 2002 : 52).

Dalam rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa inti kecerdasan antar pribadi itu mencakup “kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain.” Dalam kecerdasan antar pribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri, ia mencantumkan “akses menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan kemampuan untuk membedakan perasaan-perasaan tersebut serta memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku”. (Goleman, 2002 : 53).

Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey (Goleman, 2002:57) memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada diri individu. Menurutnya kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.

Menurut Goleman (2002 : 512), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.

Jadi kecerdasan emosional dalam konteks ini  adalah kemampuan siswa untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.

 

  1. Karakteristik Kecerdasan Emosi


Goleman menegaskan, obat terbaik untuk memerangi cacat emosional ialah mencegahnya. Dengan kata lain, ia menyarankan agar kita meletakkan pada tempat sepenting mungkin perihal pengajaran keterampilan esensial dari kecerdasan emosi untuk kita semua.

Menurut Goleman, yang juga menulis buku kecerdasan emosional, terdapat lima karakteristik dan kemampuan dalam kecerdasan emosional.

  1. Kesadaran diri (self-awareness)


Mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat, dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolok ukur yang realistik atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.

Self-awareness meliputi kemampuan :

  1. kesadaran emosi yaitu mengenali emosi diri sendiri dan efeknya,

  2. penilaian diri secara teliti yaitu mengetahuikekuatan dan batas-batas dalam diri

  3. percaya diri yaitu keyakinan tentang harga diri dan kemampuan diri.

  4. Pengaturan diri (self regulation)


Menangani emosi sedemikian rupa sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas dan pencapaian suatu maksud, bereaksi secara proporsional terhadap suatu situasi, mampu dengan cepat pulih dari tekanan emosi.

Pengaturan diri meliputi :

  1. Mengendalikandiriyaitumengelolaemosidandesakanhati yang merusak.

  2. Sifatdapatdipercayayaitumemeliharanormakejujurandanintegritas.

  3. Kehati-hatianbertanggungjawabataskinerjapribadi.

  4. Adaptabilitaskeluwesandalammenghadapiperubahan.

  5. Inovasiyaitumudahmenerimadanterbukaterhadapgagasan, pendekatandaninformasi-informasibaru.

  6. MotivasiDiri (motivation)


Menggunakanhasrat yang paling dalamuntukmenggerakkandanmenuntutmenujusasaran, membantukitamengambilinisiatifdanbertindakefektif, sertauntukbertahanmenghadapikegagalandanfrustasi.

Kecenderunganemosi yang mempermudahpencapaiansasaranmeliputi :

  1. Doronganprestasiyaitudoronguntukmenjadilebihbaik

  2. Komitmenyaitukemampuanmenyesuaikandiridengansasarandiriataukelompok

  3. Inisiatifyaitukesiadatiadpanuntukmemanfatkankesempatan

  4. Optimismeyaitukegigihandalammemperjuangkansasarankendatiadahalangandankegagalan.

  5. Empati (empathy)


Merasakanapa yang dirasakanoleh orang lain, mampumemahamiperspektifmereka, menumbuhkanhubungansalingpercayadanmenyelaraskandiridenganbermacam-macam orang.

Kemampuanempatimeliputi :

  1. Memahami orang lainyaitumenginderaperasaandanpresfektif orang danmenunjukkanminataktifterhadapkepentinganmereka.

  2. Mengembangkan orang lain yaitumerasakankebutuhanperkembangan orang lain danberusahamenumbuhkankemampuanmereka.

  3. Orientasipelayananyaitu :kemampuanmengantisipasi, mengenalidanberusahamemenuhikebutuhan orang lain.

  4. Memanfaatkankeragamanyaitukemampuanmenumbuhkanpeluangmelaluipergaulandengan orang lain.

  5. Kesadaranpolitisyaitumampumembacaarusemosisebuahkelompokdanhubungannyadengankekuasaan.

  6. KeterampilanSosial (social skills)


Menanganiemosisecarabaikketikaberhubungandengan orang lain dansecaracermatmembacasituasidanjaringansosial; berinteraksidenganlancar; menggunakanketerampilanuntukmempengaruhidanmemimpin, bermusyawarahdanmenyelesaikanperselisihansertakerjasamadalamtim.

Kepintarandalammenggugahtanggapan yang dikehendakipada orang lain :

  1. Pengaruhyaitumelakukantaktikuntukmelakukanpersuasi

  2. Komunikasiyaitumengirimpesan yang jelasdanmeyakinkan

  3. Manajemenkonflikyaitukemampuanmelakukannegosiasipemecahansilangpendapat.

  4. Kepemimpinanyaitumembangkitkaninspirasidandanmemandukelompokdan orang lain.

  5. Katalisatorperubahanyaitukemampuanmemulaidanmengelolaperubahan.

  6. Membangunhubunganyaitukemampuanmenumbuhkanhubungan yang bermanfaat

  7. Kolaborasidankooperasiyaitukemampuanbekerjasamadengan orang laindemitujuanbersama.

  8. Kemampuantimyaitukemampuanmenciptakansinergikelompokdalamtujuanbersama.


 

  1. D.    HubunganantaraKecerdasanEmosidanKecerdasanIntelektual


IQ dan EQ bukanlahketerampilan-keterampilan yang salingbertentanganmelainkanketerampilan-keterampilan yang sedikitterpisahatau semi mandiri.masing-masingnencerminkankerjajaringansirkuit yang berbedanamunsalingberkait di dalamotak. Menurutpenelitianmemangadasedikitkorelasiantaraaspek IQ dan EQ, sehinggajelaslahbahwakeduahalituumumnyaterpisahsehinggaterwujudperpaduan yang harmonisatauselarasantarakeduanya.

EQ adalahjembatanantaraapa yang kitaketahuidanapa yang kitalakukan. Semakintinggi EQ kitasemakinterampilkitamelakukanapa yang kitaketahuibenar.

Beberapamanfaatdarikeselarasan IQ dan EQ adalahseseorangakanmampuuntuk:

  1. Bekerjalebihbaikdaripekerjalainnya.

  2. Menjadianggotakelompok yang lebihbaik.

  3. Merasapercayadiridandiberdayakanuntukmencapaitujuan.

  4. Menanganimasalahdenganefektif.

  5. Memberikanpelayananlebihbaik.

  6. Berkomunikasidenganlebihbaik.

  7. Memimpindanmengelolapekerjadenganfalsafahhatidankepala.

  8. Menciptakan kinerja yang memiliki integritas, nilai dan standar perilaku yang tinggi.


Dengan demikian keberhasilan seseorang semata-mata tidak hanya bergantung atau ditentukan oleh IQ tinggi saja, namun bergantung bagaimana kemampuan seseorang itu dalam mengelola antara IQ dan EQ.

 

  1. E.     Keterkaitan Kecerdasan Emosi dengan Strategi Pembelajaran


Strategi pembelajaran yang akan dipilih dan digunakan oleh guru bertitik tolak dari tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan di awal. Agar diperoleh tahapan kegiatan pembelajaran yang berdaya dan berhasil guna, maka guru harus mampu menentukan strategi pembelajaran apa yang akan digunakan. Strategi pembelajaran pada dasarnya adalah suatu rencana untuk mencapai tujuan.

Dalam kegiatan pembelajaran, tugas seorang guru adalah menciptakan bagaimana agar strategi pembelajaran yang dia gunakan dalam pembelajaran di kelas mampu menyentuh ranah-ranah dalam kecerdasan emosional. Dengan ini keterkaitan antara kecerdasan emosi dengan strategi pembelajaran adalah sangat erat dan sangat berpengaruh terhadap tujuan pembalajaran yang diharapkan.

Sikap dan sifat guru keseharian disekolah akan sangat besar pengaruhnya terhadap kecerdasan emosi anak. Guru yang mengajar dengan penuh perhatian akan membentuk anak yang perhatian pula terhadap orang lain. Guru di sekolah memang bukan satu-satunya yang bertanggung jawab dalam pendidikan pada anak. Akan tetapi memegang peran terpenting ketika anak berada di sekolah sebagai komunitas kedua anak setelah di rumah. Guru sebagai pengganti orang tua di sekolah dituntut perannya seperti orang tua sebagai pendidik, tidak semata untuk transfer pengetahuan tetapi juga sebagai transfer nilai/value untuk penanaman sikap termasuk sikap empati kepada orang lain. Untuk itu sosok guru sebagai pribadi panutan anak, teladan bahkan sebagai figure yang layak dicontoh menjadi sesuatu yang penting.

 

 

 

 

 

 

 III.            KESIMPULAN

Bekal yang harus dimiliki guru bukan hanya ilmu pengetahuan, tetapi lebih dari itu diperlukan dasar-dasar ilmu kependidikan yang memadai agar dapat digunakan dalam menghadapi anak didiknya. Hal ini disebabkan guru bukan hanya seorang pemindah ilmu dari dirinya kepada anak didik, tetapi harus pula mampu mengelola dan mengatur seluruh komponen dalam sistem pembelajaran sedemikian rupa sehingga proses transfer ilmu dapat berjalan dengan baik. Dengan demikian akan terjadi perubahan dalam diri anak didik dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tingkah laku yang kurang baik menjadi baik.

Harapan besar pada guru PAI, karena tersirat dan tersurat dalam ajaran agama Islam tentang kecerdasan emosional. Mendidik anak yang cerdas secara emosional dengan kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi, memanfaatkan emosi secara produktif, empati dan kesanggupan membina hubungan menjadi bagian dari pendidikan Agama Islam. Kecerdasan emosional di dalam ajaran islam lebih dekat dengan ajaran mengenai akhlak. Akhlak sebagai perangai/watak manusia tidak lahir bersama dengan kelahiran manusia, tetapi akhlaq dibentuk sepanjang hidup manusia. Bahkan ketinggian akhlaq di dalam Islam merupakan jenjang tertinggi dengan derajat Ihsan. Ajaran sabar, jujur, menahan amarah, ikhlas, qonaah dan ajaran lain dalam akhlak sejatinya adalah pendidikan untuk cerdas secara emosional. Misalnya, qana`ah tak sekadar sikap pasif menerima apa adanya, tapi ada proses evaluasi pembelajaran. Juga, berpotensi meningkatkan kecerdasan emosi.

Dengan memiliki EQ yang baik diharapkan guru PAI khususnya dan guru mata pelajaran lainnya pada umumnya dapat membawa anak didiknya ke arah keberhasilan belajar dan pembentukan karakter yang mantap dan mulia. EQ yang memadai membuat guru peduli keadaan anak didiknya setiap saat, mampu mengendalikan emosinya ketika anak didik berperilaku yang tidak berkenan bagi dirinya,  empati pada mereka, mampu membina hubungan yang baik dengan mereka, dan memotivasi diri sendiri agar terus berkarya dan berkreasi. Semua kemampuan itu termasuk kecerdasan emosional yang merupakan syarat mutlak bagi guru agar profesional dalam profesinya. Terlebih bagi guru PAI, yang sebagian telaah ilmunya sangat kompleks, bila tidak sabar dalam mengelola kelas, maka mustahil keberhasilan siswa dapat terwujud. Dengan suri tauladan yang baik dari guru, maka karakter yang terbentuk dalam diri peserta didik juga akan baik dilandasi akhlak mulia yang terpuji, sehingga generasi penerus bangsa yang kita inginkan akan terwujud di masa depan.

Daftar Pustaka



Goleman, Daniel. (2000). Emotional Intelligence (terjemahan). Jakata : PT Gramedia Pustaka Utama.

Mustakim. 2001. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Saphiro, Lawrence E. (1998). Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak. Jakarta : Gramedia.

Usman, Uzer. 2009. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosdakarya.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/mami%20hajaroh/KECERDASAN%20EMOSIONAl%20dalam%20PAI.pdf, diakses 03 Desember 2011.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Perlunya%20EQ_0.doc, diakses 03 Desember 2011.

http://www.maswins.com/2010/05/artikel-strategi-pembelajaran.html, diakses 03 Desember 2011.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar