Senin, 16 Januari 2012

Konsep Mapping

MAKALAH STRATEGI PEMBELAJARAN PAI


Konsep Mapping


 


 


Disusun oleh kelompok IV:


Alif Cahyo Aji (20090720045)


M Ariyandi (20090720037)


Andi Atma Negara (20090720008 )


Aditya Purnomo (20090720019 )


Nizar Zainuri (20090720038)


 


FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


PERIODE 2011/2012


A.     Pendahuluan

Belajar merupakan suatu kegiatan yang berproses karena dalam belajar terjadi proses perubahan mental terhadap pengetahuan sebelumnya yang dialami mahasiswa. Perubahan mental dalam bentuk kognitif, afektif dan psikomotor ditunjukkan dengan adanya kematangan dalam pengetahuan, yang mempengaruhi prilaku dan penguasaan suatu ketrampilan yang sejalan dengan program pendidikan yang dialami mahasiswa tersebut. Dengan kemampuan belajar diharapkan mahasiswa menjadi tenaga profesional yang mampu menyesuaikan diri dan mengikuti perubahan dan perkembangan masyarakat yang semakin cepat. Bermodalkan kemampuan tersebut mahasiswa belajar menerima pengalaman-pengetahuan (reseptive learning), memodifikasi tingkah lakunya (behavioristic learning), dan melaksanakan proses belajar secara tuntas (mastery learning) untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditargetkan.

Proses pembelajaran merupakan salah satu bentuk kegiatan yang mengarahkan mahasiswa untuk dapat mencapai belajar penuh makna. Untuk memperoleh belajar penuh makna tersebut sebagaimana yang dinyatakan dalam teori Ausubel dalam Novak (1984: 7) to learn meaningfully, individuals must choose to relate new knowledge to relevant concepts and propositions they already know. Hal ini berarti untuk memperoleh belajar penuh makna seseorang harus menghubungkan pengetahuan yang baru tersebut dengan konsep yang relevan dari pengetahuan sebelumnya.

Selama proses pembelajaran pada mata kuliah ini yang telah dilakukan dosen sangat jarang melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki mahasiswa. Dosen lebih banyak mengejarkan target pencapaian materi dengan melakukan diskusi dan presentasi yang sangat minimal sekali pemaknaan yang didapat oleh mahasiswa. Hal ini disebabkan banyaknya konsep-konsep yang perlu ditanamkan kepada mahasiswa dan untuk pencapaian target dari materi perkuliahan sehingga belajar penuh makna sangat sulit sekali dialami oleh mahasiswa.  Sehingga strategi yang digunakan dosen selama ini berupa diskusi dan presentasi kurang menujukkan hasil, materi-materi perkuliahan sering hanya berpatokan pada materi saat itu saja dan berakibat diskusi atau presentasi yang dilakukan mahasiswa sering menyimpang dan keluar dari konteks mata kuliah. Kegiatan ini berdampak pada konsep-konsep yang sering menyimpang dari tujuan pokok materi, dan pengetahuan mahasiwa terhadap materi tidak lagi terfokus pada initi dari materi. Namun hal ini tidak dapat dihindari karena banyaknya materi yang harus diberikan sebagai bekal mahasiwa, menuntut satu strategi yang dapat memenuhi target dalam sejumlah materi tersebut. Pemenuhan target materi tersebut berdampak pada kurang berhasilnya program pembelajaran yang mengarah pada kompetensi dasar mahasiswa sebagai calon seorang guru.

Untuk itu peneliti merasa perlu satu pemecahan agar mahasiswa dapat meraih belajar penuh makna. Dibutuhkan suatu strategi yang tepat sehingga terjadi transfer of learning dalam pembelajaran.  Strategi pembelajaran merupakan suatu pola interaksi dosen dan mahasiswa yang dimaksudkan untuk menciptakan proses pembelajaran dan mencapai tujuan dari pembelajaran tersebut. Strategi pembelajaran yang dilaksanakan dalam perkuliahan tatap muka sering digunakan metode diskusi dan presentasi. Pemilihan penggunaan metode tersebut dilakukan pada hampir kesemua mata kuliah yang bersifat teori dan penanaman konsep. Beberapa hambatan yang ditemui dalam proses pembelajaran selama ini dengan menggunakan metode diskusi dan presentasi konsentrasi mahasiswa menurun, diskusi berkembang kearah yang sangat jauh dari pokok materi, pertanyaan dan pemecahan solusi yang ditawarkan sering tidak memenuhi ketentuan dari pokok materi dan konsep-konsep materi yang diharapkan dipahami mahasiswa belum tercapai. Selain permasalahan tersebut juga ditemui rendahnya motivasi mahasiswa membuat tugas individu. Dalam presentasi mahasiswa belum menguasai konsep yang jelas terhadap materi yang disampaikannya.

Selain permasalahan-permasalahan berkaitan dengan metode yang digunakan juga ditemui kreativitas berfikir mahasiswa dalam proses pembelajaran yang sangat kecil. Hal ini ditunjukkan dengan minimumnya keterlibatan mahasiswa dalam proses pemecahan masalah dari persoalan-persoalan yang ditawarkan dalam diskusi, dan kurangnya kemampuan mahasiswa untuk berusaha mengkaitkan pengalaman yang telah mereka miliki sebelumnya sebagai akibat belum tercapainya pemahaman konsep dari materi. Kurangnya kreativitas berfikir mahasiwa juga dilihat dari kecilnya usaha mahasiwa untuk mencari sumber-sumber yang berkaitan dengan materi perkuliahan, sehingga dalam perkuliahan sangat jarang keluar ide-ide yang imajinatif dari mahasiswa dalam proses diskusi. Sebagai akibat dari pertahanan ego dari tiap mahasiswa dalam mempertahankan pendapat sering menimbulkan percekcokan pendapat dan berakibat diskusi menjadi rusak.

Penggunaan strategi perkuliahan yang digunakan selama ini selain menimbulkan permasalahan rendahnya pemahaman konsep materi, juga mengakibatkan kreativitas berfikir mahasiswa menurun yang berakibat kepada hasil belajar mahasiswa yang rendah. Beberapa kemungkinan yang dapat dilakukan adalah menerapkan satu metode yang tepat untuk dapat meningkatkan kreativitas berfikir mahasiswa. Salah satu pemecahan yang akan digunakan peneliti dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan adalah dengan menerapkan peta konsep (concept mapping) yaitu suatu alat pengajaran yang dimaksudkan untuk mengarahkan proses pemikiran mahasiswa agar menjadi lebih bermakna.

 

B.     Teori

1.      Kreativitas Berfikir dalam Proses Pembelajaran

 Berfikir kreatif merupakan suatu kegiatan mental yang menyelesaikan persoalan, mengajukan metode, gagasan atau memberikan pandangan baru terhadap suatu persoalan atau gagasan lama. Seperti yang dinyatakan oleh Amin (1980: 20) bahwa:

Kreativitas adalah suatu pola berfikir atau ide yang timbul secara spontan dan imajinatif, yang mencirikan hasil artistik penemuan ilmiah dan penciptaan baru, baik sama sekali baru bagi dunia ilmiah maupun secara relatif baru bagi individu sendiri, walaupun mungkin orang lain telah menemukan atau memproduksi sebelumnya.

Ciri-ciri kreatif yang dapat ditunjukkan dalam diri seseorang yang diidentifikasikan oleh Munandar (1999: 12) meliputi kelancaran, kelenturan, atau keluwesan (fleksibelitas), dan orisinalitas dalam berfikir, dan ciri-ciri ini dioperasionalkan dalam tes berfikir divergen.

Kreativitas merupakan salah satu faktor yang ada dalam diri setiap individu yang dapat berkembang, sehingga perlu bagi seorang pendidik untuk meningkatkan dan mengembangkan kreativitas pada diri pebelajar dalam proses pembelajaran. Setiap pebelajar pada dasarnya memiliki kreativitas, namun hal ini sering dilupakan dalam proses pembelajaran sehingga kreativitas tersebut tersembunyi dalam prilaku pebelajar yang lebih memilih untuk diam saja. Dalam sistem pendidikan pun dewasa ini sudah sangat disibukkan oleh keterbatasan dan kejenuhan pendidik sehingga belum cukup perhatian dicurahkan untuk mengajar peserta didik berfikir dan bertindak lebih kreatif. Peserta didik tidak dirangsang untuk menemukan dan medefinisikan masalahnya sendiri.

Secara ilmiah peserta didik adalah  manusia yang kreatif, tidak konvensional, penuh humor, dan mudah bosan. Sistem pendidikan dan strategi pembelajaran yang digunakan selama ini telah memberikan sumbangan yang cukup besar untuk memadamkan kreativitas tersebut. untuk itu perlu bagi seorang pendidik menggunakan suatu metode yang tepat untuk membangkitkan kreativitas dalam diri peserta didiknya.

Strategi-strategi yang dapat dilakukan pendidik dalam upaya membantu pengembangan kretifitas peserta didik secara efektif menurut Craft  (2000: 188) antara lain:

  • a. Menggunakan humor

  • b. Membujuk individu-individu secara akrab

  • c. Menyebut individu-individu dengan nama

  • d. Secara umum harapan guru yang tinggi mencakup dorongan positif untuk memperoleh jawaban yang benar, dan

  • e. Membuat langkah cepat.


Proses kreatif dalam diri peserta didik mengalir dalam lima tahap (DePorter, 2002; 301):

  • a. Persiapan, mendefensikan masalah, tujuan atau tantangan

  • b. Inkubasi, mencerna faktor-faktor dan mengolahnya dalam fikiran

  • c. Illuminasi, mendesak kepermukaan, gagasan bermunculan

  • d. Verifikasi, memastikan apakah solusi itu benar-benar memecahkan masalah

  • e. Aplikasi, mengambil langkah-langkah untuk menindaklanjuti solusi tersebut.


2.      Peta Konsep dalam Pembelajaran

Concept mapping adalah istilah yang digunakan oleh Novak dan Gowin (1984) tentang cara yang dapat digunakan dosen untuk membantu mahasiswa mengorganisasikan materi perkuliahan yang telah dipelajari berdasarkan arti dan hubungan antar komponennnya.   Rose dan Nicholl (2002: 136) menyatakan:

Peta konsep atau peta pembelajaran adalah cara dinamik untuk menangkap butir-butir pokok informasi yang signifikan. Mereka menggunakan format global atau umum, yang memungkinkan informasi ditunjukkan dalam cara mirip seperti otak kita berfungsi-dalam pelbagai arah secara serempak.

Teknik penggunaan peta konsep ini di populerkan kembali oleh Tony Buzan dalam bentuk peta pikiran hasil risetnya tentang cara kerja otak yang sebenarnya, hingga pada teori-teori quantum. Pada dasarnya teknik peta konsep yang dimaksud dalam pemikiran mereka bahwa teknik ini dapat diberlakukan oleh dosen dan mahasiswa dalam proses pembelajaran.

Dari segi mahasiswa beberapa keunggulan yang dapat diperoleh antara lain menangkap seluruh konsep, menyusun bahan dan informasi secara praktis, memperlihatkan hubungan berbagai konsep dan gagasan, mengingat kembali dengan mudah, melakukannya secara menyenangkan, dan merangsang kreativitas. Selain hal tersebut beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari segi content, peta konsep memberikan sejumlah keuntungan menurut Hisyam Zaini, dkk. (2002: 21) antara lain:

  • a. Concept map, sesuai dengan tabiatnya, memberikan visualisasi konsep-konsep utama dan pendukung yang telah terstruktur di dalam otak dosen ke dalam kertas yang dapat dilihat secara empiris.

  • b. Gambar konsep-konsep menunjukkan bentuk hubungan antara satu dengan yang lain.

  • c. Concept map memberikan bunyi hubungan yang dinyatakan dengan kata-kata untuk menjelaskan bentuk-bentuk hubungan antara satu konsep dengan konsep lain, baik utama maupun pendukung.


Dalam pendidikan peta konsep dapat diterapkan untuk beberapa tujuan (Dahar, 1988: 156) antara lain:

  • a. Menyelidiki apa yang telah diketahui mahasiswa


Belajar bermakna membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh dari pihak mahasiswa untuk menghubungkan pengetahuan baru dengan konsep-konsep relevan yang telah mereka miliki. Untuk memperlancar proses ini, baik dosen maupun mahasiswa perlu mengetahui “tempat awal konseptual”.

  • b. Belajar bagaimana belajar


Belajar bermakna baru terjadi bila pembuatan peta konsep bukan untuk memenuhi keinginan dosen, melainkan harus timbul dari keinginan mahasiswa untuk memahami isi pelajaran bagi diri mahasiswa sendiri.

  • c. Mengungkapkan konsepsi salah


Peta konsep dapat mengungkapkan konsepsi salah yang  terjadi pada mahasiswa. Konsepsi salah biasanya timbul karena terdapat kaitan antara konsep-konsep yang mengakibatkan proposisi yang salah.

  • d. Alat evaluasi


Penggunaan peta konsep sebagai alat evaluasi didasarkan pada tiga gagasan dalam teori Ausubel yaitu :

  • 1) Struktur konitif diatur secara hirarki, dengan konsep dan proposisi yang lebih inklusif, lebih umum superordinat terhadap konsep-konsep dan propisisi yang kurang inklusif dan lebih khusus.

  • 2) Konsep dalam struktur kognitif mengalami differensiasi progresif..

  • 3) Penyesuaian integratif.


3.      Menciptakan Strategi Pembelajaran yang Menyenangkan

Pembelajaran merupakan suatu proses yang diciptakan untuk memberikan kesempatan bagi peserta didik mendapatkan pengalaman belajarnya. Dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan di ruang-ruang kelas sangat tergantung sekali pada bagaimana pendidik menciptakan suasana pembelajaran yang mendukung proses tersebut. salah satu bentuk penciptaan suasana pembelajaran adalah dengan menetapkan satu strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan diopersionalkan melalui pemilihan satu metode pembelajaran yang sejalan.

Metode pembelajaran yang sejalan dan sesuai akan dapat menciptakan perasaan senang bagi peserta didik dan menimbulkan perasaan untuk menikmati setiap detik proses pembelajaran yang disajikan. Penciptaan suasana belajar yang menyenangkan tentu saja sangat berpengaruh sekali dari penetapan metode yang akan dipilih.  Hal ini dikarenakan berhasil tidaknya proses pembelajaran sangat ditentukan sekali oleh metode pembelajaran dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Reigeluth (Aleks Maryunis, 2003: 81) mengemukakan bahwa metode pembelajaran merupakan cara-cara yang berbeda untuk mencapai tujuan yang berbeda-beda dalam kondisi yang berbeda-beda. Dalam suatu rancangan pembelajaran, metode pembelajaran terbagi atas tiga jenis strategi pembelajaran (Reigeluth, 1983):

Merencanakan setiap langkah pembelajaran secara kreatif memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Peta konsep sebagai alat pembelajaran memberikan sumbangan yang berarti bagi mahasiswa dalam memaksimalkan kreativitas berfikirnya, karena dalam penerapan peta konsep dapat meningkatkan ketrampilan dasar yang dapat merangsang mahasiswa belajar dan menata informasi. Adapun ketrampilan dasar yang merangsang seseorang belajar seperti yang dikutip dari DePorter ( 2002: 164) antara lain konsentrasi terfokus, cara mencatat, organisasi dan persiapan tes, membaca cepat dan teknik mengingat.

C.     Pembahasan

Kurangnya keberanian dan pandangan yang kurang luas terhadap satu pokok materi yang disampaikan sering menyebabkan proses kreativitas ini kurang berjalan engan baik. Seperti yang dinyatakan Wycoff (2005: 59) bahwa kendala dari kreativitas berfikir adalah rasa takut salah, adanya penilaian, menuntut jawaban yang benar, penangguhan/penundaan, memiliki pandangan sempit dan bersikap sok ahli.

Aktivitas positif mahasiswa selama proses pembelajaran mulai meningkat apabila telah diajarkan dengan peta konsep . Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah mahasiswa yang bertanya, menjawab pertanyaan dan ketepatan mengumpulkan tugas. Mahasiswa menyatakan dengan menggunakan peta konsep dalam presentase dan pembuatan tugas sangat menarik dan lebih mudah memahami konsep. Hal ini sejalan dengan pendapat Wycoff (2005: 147) bahwa dengan peta konsep dapat meningkatkan daya ingat terhadap sesuatu karena didalam pembuatan peta konsep terjadi pengulangan, adanya hubungan atau asosiasi, intensitas dan keterlibatan langsung setiap individu.

Disamping adanya kelebihan yang dimiliki selama penerapan peta konsep dalam pembelajaran, juga ditemui beberapa kelemahan dari penerapan peta konsep tersebut. Kelemahan tersebut antara lain suasana kelas yang kurang tenang karena setiap mahasiswa berkeinginan untuk melengkapi peta konsep yang ada dipapan tulis, dan menyempurnakan jawaban teman. Selain hal tersebut juga ditemui beberapa kali kebiasaan mahasiswa yang menjiplak peta konsep karya mahasiswa lain, sehingga mengurangi orisinalitas dari ide yang disalurkan. Namun demikian masih terlihat beberapa perbedaan yang menunjukkan kreativitas berfikir mahasiswa. Hal ini sejalan dengan sifat dari peta konsep itu sendiri yaitu idiosinkratik yaitu sifat yang menunjukan tidak ada dua peta konsep yang sama persis karena setiap peta konsep yang dibuat oleh seseorang menunjukkan pengertiannya yang unik dalam bidang pengetahuan tertentu.

Dengan meningkatnya penguasaan konsep mahasiswa terhadap suatu materi berdampak kepada meningkatnya hasil belajar mahasiswa dimana hasil belajar ini merupakan permasalahan yang sangat menggangu.  Berdasarkan analisis dari hasil belajar mahasiswa pada akhir tindakan masih terdapat mahasiswa yang belum mencapai ketuntasan belajar. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi belum tercapainya ketuntasan belajar mahasiswa tersebut diantaranya gaya belajar mahasiswa yang belum terbiasa dengan penggunaan peta konsep, dan tingkat kreatifitas yang masih rendah. Hal ini disebabkan untuk membelajarkan mahasiswa menyusun peta konsep harus dilakukan secara bertahap.

Hal lain yang perlu diingat bahwa tidak seorangpun dapat menjadi ahli penyusun peta konsep dalam sekejap mata atau semalam saja. Umumnya mahasiswa cepat mempelajari dasar-dasar penyusunan setelah ditunjukkan caranya. Mula-mula dosen dapat mengajar mahasiswa memahami peta konsep sebagai modifikasi dari suatu kerangka isi bahan pembelajaran dengan istilah-istilah yang saling dihubungkan dalam hirarki secara vertikal. Menyusun peta konsep pertama ini merupakan langkah kritis, tetapi ini memiliki keterbatasan untuk mendemostrasikan pemahaman konseptual. Agar mahasiswa lebih memahami mengenai peta konsep ini, mahasiswa perlu diajak untuk menyusun peta konsep yang lebih luas. Dosen juga perlu memberi contoh bagaimana menyusun peta konsep yang lebih luas. Peta konsep semacam ini mengandung lebih banyak konsep yang memiliki keterkaitan antar bagian peta yang satu dengan yang lainnya.

D.    Cara menyusun peta konsep

Menurut Dahar (1988:154) peta konsep memegang peranan penting dalam belajar bermakna. Oleh karena itu siswa hendaknya pandai menyusun peta konsep untuk meyakinkan bahwa siswa telah belajar bermakna. Langkah-langkah berikut ini dapat diikuti untuk menciptakan suatu peta konsep.
Langkah 1: mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang melingkupi sejumlah konsep.
Langkah 2: mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep sekunder yang menunjang ide utama
Langkah 3: menempatkan ide utama di tengah atau di puncak peta tersebut
Langkah 4: mengelompokkan ide-ide sekunder di sekeliling ide utama yang secara visual menunjukan hubungan ide-ide tersebut dengan ide utama.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan langkah-langkah menyusun peta konsep sebagai berikut:
1)Memilih suatu bahan bacaan
2)Menentukan konsep-konsep yang relevan
3)Mengelompokkan (mengurutkan ) konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif
4)Menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep-konsep yang paling inklusif diletakkan di bagian atas atau di pusat bagan tersebut.
Dalam menghubungkan konsep-konsep tersebut dihubungkan dengan kata hubung. Misalnya “merupakan”, “dengan”, “diperoleh”, dan lain-lain.

E. Jenis-jenis Peta Konsep

Menurut Nur (2000) dalam Erman (2003: 24) peta konsep ada empat macam yaitu: pohon jaringan (network tree), rantai kejadian (events chain), peta konsep siklus (cycle concept map), dan peta konsep laba-laba (spider concept map).
1) Pohon Jaringan.
Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa kata lain dihubungkan oleh garis penghubung. Kata-kata pada garis penghubung memberikan hubungan antara konsep-konsep. Pada saat mengkonstruksi suatu pohon jaringan, tulislah topik itu dan daftar konsep-konsep utama yang berkaitan dengan topik itu. Daftar dan mulailah dengan menempatkan ide-ide atau konsep-konsep dalam suatu susunan dari umum ke khusus. Cabangkan konsep-konsep yang berkaitan itu dari konsep utama dan berikan
hubungannya pada garis-garis itu (Nur dalam Erman 2003: 25)

Pohon jaringan cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
- Menunjukan informasi sebab-akibat
- Suatu hirarki
- Prosedur yang bercabang

Istilah-istilah yang berkaitan yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan-hubungan.
1) Rantai Kejadian.
Nur dalam Erman (2003:26) mengemukakan bahwa peta konsep rantai kejadian
dapat digunakan untuk memerikan suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu prosedur, atau tahap-tahap dalam suatu proses. Misalnya dalam melakukan eksperimen.

Rantai kejadian cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
- Memerikan tahap-tahap suatu proses
- Langkah-langkah dalam suatu prosedur
- Suatu urutan kejadian

2) Peta Konsep Siklus
Dalam peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil akhir. Kejadian akhir pada rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian awal. Seterusnya kejadian akhir itu menhubungkan kembali ke kejadian awal siklus itu berulang dengan sendirinya dan tidak ada akhirnya. Peta konsep siklus cocok diterapkan untuk menunjukan hubungan bagaimana suatu rangkaian kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang-ulang. Gambar 2.5 memperlihatkan siklus tentang hubungan antara siang dan malam.

3) Peta Konsep Laba-laba
Peta konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat. Dalam melakukan curah pendapat ide-ide berasal dari suatu ide sentral, sehingga dapat memperoleh sejumlah besar ide yang bercampur aduk. Banyak dari ide-ide tersebut berkaitan dengan ide sentral namun belum tentu jelas hubungannya satu sama lain. Kita dapat memulainya dengan memisah-misahkan dan mengelompokkan istilah-istilah menurut kaitan tertentu sehingga istilah itu menjadi lebih berguna dengan menuliskannya di luar konsep utama.

Peta konsep laba-laba cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
a) Tidak menurut hirarki, kecuali berada dalam suatu kategori
b) Kategori yang tidak paralel
c) Hasil curah pendapat

F. Peta konsep sebagai alat ukur alternatif

Tes seperti pilihan ganda yang selama ini dipandang sebagai alat ukur (uji) keberhasilan siswa dalam menempuh jenjang pendidikan tertentu, bukanlah satu-satunya alat ukur untuk menentukan keberhasilan siswa. Tingkat keberhasilan siswa dalam menyerap pengetahuan sangat beragam, maka diperlukan alat ukur yang beragam.

Peta konsep adalah salah satu bentuk penilaian kinerja yang dapat mengukur siswa dari sisi yang berbeda. Penilaian kinerja adalah bentuk penilaian yang digunakan untuk menilai kemampuan dan keterampilan siswa berdasarkan pada pengamatan tingkah lakunya selama melakukan penilaian terhadap hasil kerja siswa selama kegiatan.

Menurut Tukman dalam Sutowijoyo (2002: 31) penilaian kinerja adalah penilaian yang meliputi hasil dan proses, yang biasanya menggunakan material atau suatu peralatan (equipment). Penilaian kinerja dapat digunakan terutama untuk mengukur tujuan pembelajaran yang tidak dapat diukur dengan baik bila menggunakan tes obyektif.

Penilaian kinerja mengharuskan siswa secara aktif mendemonstrasikan apa yang mereka ketahui. Yang paling penting, penilaian kinerja dapat memberi motivasi untuk meningkatkan pengajaran, pemahaman terhadap apa yang mereka perlu ketahui dan yang dapat mereka kerjakan. Berdasarkan teori belajar kognitif Ausubel, Novak dan Gowin (1984) dalam Dahar (1988: 143) menawarkan skema penilaian yang terdiri atas: Struktur hirarki, perbedaan progresif, dan rekonsiliasi integratif.

Struktur hirarkis, yaitu struktur kognitif yang diatur secara hirarki dengan konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang lebih inklusif, lebih umum, superordinat terhadap konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang kurang inklusif dan lebih khusus.

Perbedaan progresif menyatakan bahwa belajar bermakna merupakan proses yang kontinyu, dimana konsep-konsep baru memperoleh lebih banyak arti dengan bentuk lebih banyak kaitan-kaitan proporsional. Jadi konsep-konsep tidak pernah tuntas dipelajari, tetapi selalu dipelajari, dimodifikasi, dan dibuat lebih inklusif.

Rekonsiliasi integratif menyatakan bahwa belajar bermakna akan meningkat bila siswa menyadari akan perlunya kaitan-kaitan baru antara kumpulan-kumpulan konsep atau proposisi. Dalam peta konsep, rekonsiliasi integratif ini diperlihatkan dengan kaitan-kaitan silang antara kumpulan-kumpulan konsep (Dahar,1988: 162)

Selanjutnya Novak dan Gowin memberikan suatu aturan untuk mengikuti penilaian numerik jika skoring dipandang perlu. Pertama, skoring didasarkan atas preposisi yang valid. Kedua, untuk menghitung level hirarkis yang valid dan untuk menskor tiap level sebanyak hubungan yang dibuat. Ketiga, crosslink yang menunjukan hubungan valid antara dua kumpulan (segmen) yang berbeda adalah lebih penting daripada level hirarkis, karena mungkin saja ini pertanda adanya penyesuaian yang integratif. Keempat, diharapkan siswa dapat memberikan contoh yang spesifik dalam beberapa kasus untuk meyakinkan bahwa siswa mengetahui peristiwa atau obyek yang ditunjukan oleh label konsep.

G. Tahap-tahap Pengajaran Langsung dalam Melatihkan Strategi Belajar

Tahap 1
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran.
2. Memotivasi siswa.

Tahap 2
1. Secara klasikal menjelaskan strategi menggarisbawahi dan pemetaan konsep.
2. Memodelkan strategi Mengarisbawahi dan membuat peta konsep.

Tahap 3
Melatihkan siswa menggunakan strategi menggarisbawahi dan pemetaan konsep dibawah bimbingan guru.

Tahap 4
1. Memeriksa pemahaman siswa terhadap strategi menggarisbawahi dan pemetaan konsep
2. Memberi umpan balik hasil pemahaman siswa terhadap strategi menggarisbawahi dan pemetaan konsep.

Tahap 5
Melatih sisawa untuk menerapkan strategi belajar menggarisbawahi dan membuat peta konsep secara mandiri.

Tahap 6
1. Mengevaluasi tugas latihan menggarisbawahi dan membuat peta konsep.
2. Membimbing siswa untuk merangkum pelajaran

 

H. Penutup

Berdasarkan hasil penelitian tindakan yang telah diberikan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

  • 1. Penerapan peta konsep dapat meningkatkan kreativitas berfikir mahasiswa dalam proses pembelajaran pada mata kuliah Strategi Pembelajaran P.ai. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya kreativitas berfikir positif yang ditunjukkan mahasiswa selama proses pembelajaran diantaranya: mengajukan pertanyaan yang kritis, menjawab pertanyaan, memberikan solusi dan gagasan yang inovatif, menyampaikan gagasan sendiri dan ketepatan mengumpulkan tugas. Selain itu dengan penerapan peta konsep juga dapat meningkatkan kreativitas berfikir mahasiswa dalam mengkaitkan setiap konsep yang telah dimiliki sebelumnya. Peta konsep sebagai alat bantu pembelajaran memiliki sifat yang khas dan unik untuk setiap individu yang membuatnya, hal ini sesuai dengan bagaimana seseorang memaknai setiap konsep dengan konsep lainnya.

  • 2. Penerapan peta konsep dapat meningkatkan penguasaan konsep mahasiswa terhadap materi perkuliahan yang diberikan. Dengan meningkatnya penguasaan konsep secara langsung berdampak pada peningkatan hasil belajar mahasiswa. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya perubahan ketuntasan belajar klasikal setelah tindakan diberikan, dan peningkatan hasil belajar individual setelah tindakan diberikan.


Peta konsep merupakan salah satu alat bantu pembelajaran yang memberikan kemudahan dalam mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya. Pembelajaran dengan peta konsep memberikan kemudahan dalam memahami satu materi dengan pola dan gaya tersendiri yang dimiliki oleh setiap mahasiswa. Penerapan peta konsep ini telah mampu meningkatkan kreativitas berfikir yang harus dimiliki setiap mahasiswa selama proses pembelajaran. Tujuan dari pentingnya peningkatan kreativitas berfikir agar suasana pembelajaran lebih hidup dan bermakna pada setiap pertemuannya.

Penerapan peta konsep ini juga dapat memberikan kebebasan bagi setiap mahasiswa dalam usaha memahami materi dan mengembangkan pola pikirnya secara mandiri. Selain itu peta konsep dapat dijadikan alat ukur mandiri bagi mahasiswa dalam penguasaannya terhadap suatu materi. Sehingga peta konsep sebaiknya dapat selalu digunakan bagi mahasiswa dalam  usaha peningkatan penguasaan konsep.

Peta konsep dapat juga dijadikan bahan pengantar atau batasan-batasan dalam suatu presentase perkuliahan. Sehingga setiap pokok yang akan dibahas lebih terarah dan tidak keluar dari konteks. Dari penelitian ini dapat memberikan masukan bagi peneliti bahwa untuk dapat meningkatkan kreativitas mahasiswa dan penguasaan konsep mahasiswa, maka dapat digunakan peta konsep sebagai bahan pengantar dari proses awal perkuliahan.

 

Daftar Pustaka

www. Goegle.com

Buzan. Tony dan Barry. 2004. Memahami Peta Pikiran : The Mind Map Book. Interaksa: Batam.

Buzan. Tony. 2004. Mind Map: Untukmeningkatkan Kreativitas. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar